Lara di ujung Laras di jejaki Lars

Mahakarya banyak direka, dirancang, diwujudkan oleh mereka yang mengalihkan luka menjadi kreasi.

Mereka yang dengan khayalnya mewujudkan yang tak mempu mewujud dalam jiwa-jiwa mereka.

Mereka yang mencipta ruang pada pasung dan kekang.

Mereka yang berkata-kata dengan formulasi bisu melalui aksara ketika lisan tak diperbolehkan melantang.

Setelah eksistensinya pada akhirnya muncul, barulah "dunia luar" mereka membaca diantara decak kagum, mengenali diantara acuh dan abai, lalu ikut haru meratapi bagaimana wujud abstrak hati sang maestro.

Mereka dirundung sakit, pilu, lara, tanya, yang tak seorang pun disekitar mereka memahaminya, bahkan tak menyimaknya.

Semakin dalam mereka tenggelam, membenamkan diri dalam karyanya yang merupakan arena sprint bagi mereka sekaligus penawar bagi ke-sakit-an mereka. Sementara tajam sorot, asumsi, terka, antipati atas mereka dari orang-orang yang mereka sangat rindukan kasih dan pedulinya, semakin menodong, menuding, menyeruak kian tajam dan dalam hingga luka semakin terkoyakkan.

Dipijak, dijejak, kala menyodorkan cinta yang dilempari tahi dan sikap anti-apresiasi.

Para pencipta mahakarya dunia, hempaskan dirinya dalam duka diantara keagungan sastra, karya rupa, sajak suara, melodi, ideologi dan warisan semangat budaya.
Mereka yang mengunyah lara diujung laras dijejaki lars...
yang mana kami-kami ini ingin bilang
"kami sayang kalian, kami kagumi kalian, kami paham apa yang kalian simpan, kami.. ahh.. semoga saja mampu jaga apa yang kalian wariskan..."

Komentar

Postingan Populer