Meredam puas, kendurkan jerat.

Wujud-wujud slavery kian beragam.
Perbudakan tak lagi sejelas, se eksplisit era awal peradaban. Bahkan kian bias hingga ke wujud perbudakan yang tak disadari.

Kenapa manusia melalui pakem religio diarahkan pada bercukup diri? Tak boleh berlebih. Kurang pun tak boleh. Kita diarahkan pada pola hidup sesuai dosis atau porsi kodrati kita.

Itu semua karena, sekalinya kita melakoni pola hidup berlebihan, maka nafsu hewani kita akan meminta lebih banyak lagi, yang kemudian disebut dengan "Adiksi", ketergantungan, merasa membutuhkan dn bila tidak dipenuhi maka mentalnya down dengan segala macam efek samping yang lebih seringnya tak wajar.

Rela melakukan apapun untuk mendapatkannya, rela melalui proses apapun untuk memperolehnya. Rela menjadi apapun untuk memenuhinya, dengan tujuan untuk terpuasi.

Siapa bilang narkotika dan psikotropika beserta khamar saja yang merupakan zat adiktif? Bekerja pun adiktif, dipuji pun adiktif, belanja pun adiktif, segala hal itu berpotensi adiktif tak peduli itu baik atau buruk.

Dan segala sesuatu yang berujung memuaskan, itu adalah belenggu baru dari perbudakan. Hindari puas, maka kau longgarkan belenggu itu.

Kau bisa saja diperbudak cinta, diperbudak uang, diperbudak perfection, diperbudak nafsu, bila kau terus mencari puas, pemuas, dan kepuasan.

So, mari hindari dan stop pada "cukup", maka kau kendurkan jerat atas diperbudaknya dirimu oleh segala hal. Karena percayalah, mencari puas itu nyaris mustahil oleh sebab itu dia selalu meminta lebih, meminta lagi, dan tak tahu terimakasih.

Komentar

Postingan Populer