You are = what you eat

You Are = What You Eat
(Kau adalah apa yang kau makan)

Intro
"Kau adalah apa yang kau makan", bila makanmu baik, baik pulalah pikiranmu. Karena sebaik-baiknya obat adalah makanan yang baik dan seburuk ibu timnya racun adalah makanan yang buruh. Hati-hati dengan konsumsimu.
Ada istilah "dari matanturun ke hati", kalau saya kurang sepakat. Saya lebih sepakat 'dari perut naik ke hati, dari lidah jatuhlah hati".
Makanan yang baik tak cuma hanya lezat, nikmat, sedap apalagi mahal. Memanglah ini masuk ke ranah selera, dimana tak setiap pandangan adalah mutlak benar. Namun bagi saya sendiri (subyektif saya), makanan yang "terbaik" adalah makanan yang berasal dari bahan-bahan yang masih segar, dibersihkan dengan sehigienis mungkin, melalui proses-proses dan pengolahan yang pas sesuai bahan yang diolahnya, wanginya memancing selera, teksturnya
, empuknya, permainan rempahnya, kematangannya, dan terakhir penyajiannya. Tentunya lagi, saya kurang sukadengan masakan yang mengandalkan penyedap rasa instan.
Ketika kau rasakan makanan yang terasa "as!", "Nikmat!", bukan hanya enak di lidahmu saja, bukan hanya bisa beri kau rasa kenyang, dia juga bahkan bisa bawa rasa enak di badanmu, bawa rasa senang di hatimu, dan di ajak berpikir pun ikut enaklah pikiranmu. Tak salah juga hardikan "kebanyakan makan licin tuh!" yangbkerap kali dipakai untuk menanggapi pola pikir, komentar, opini, ucapan-ucapan absurd yang terkesan tak berpendidikan ala "umat sosmed" dari mazhab "sumbu pendek". Tampaknya ada yang tak beres dengan makanan mereka, sehingga mengakibatkan mereka gagal pula memilah-milah makanan bagi jiwa dan hati mereka.
Tak heran bila ucapan mereka negatif, prasangka mereka negatif, tak peduli padahal kita jelas-jelas diperintah untuk husnudzon (berprasangka baik), konten-konten mereka pun negatif, tontonannya, bacaannya, dan minat-minatnya pun negatif. Dan gilanya , bahayanya lagi negativity ini pun MENULAR! Tapi tunggu dulu, itu masih bisa kita atasi dengan balas balik dengan ikut menularkan hal-hal positif ke sekitar kita. Mulai dengan berbagi ide-ide positif, pemikiran positif, pandangan positif, dan hindari (kalau bisa jangan) MENGELUH! Mengeluh hanyalah untuk si lemah, si tak berdaya, si payah!.
Bila kau tak suka akan sesuatu, ya jangan ikuti. Atau lakukan sesuatu bila kau bisa mengubahnya, atau berbuat sesuatu yang lain yang mampu mengubah sebagai "penawar" nya.
Bila sebuah ceret air diisi air putih, maka ia akan mengeluarkan (mengucurkan) air putih pula. Bila isinya kopi, maka kopi lah juga yang akan keluar. Tak mungkin seorang baik berbicara perkara-perkara buruk, ia akan berbicara berdasar isi akalnya. Harusnya keluar berdasar sisi kebaikannya pula, dengan cara yang baik, dan bahkan akan mampu merangkul si buruk demi mengajaknya pada baik.
Kebaikan yang pure/murni itu tak menyerah, bila ada kebaikan yang menyerah maka itu adalah kebaikan semu.
Dan bila datang padamu seseorang yang mempromosikan diri dia sebagai seorang baik, bercerita seolah membawa niat baik, hingga mengangkat rekam jejak-nya agar di verifikasi sbahwasanya dia memang baik meskipun dia tak sedang di masa kampanye, bahkan berulang-ulang kali angkat diri sendiri, bicarakan tentang sanjungan-sanjungan yang dia dapati maka ingatlah bahwasanya langit itu tak perlu meninggi untuk tunjukan bahwa ia tinggi, dan bumi senantiasa merendah meski alangkah mahadayanya ia beserta isinya, dan ketahuilah sirnalah arti memberi bilamana ia tak berikhlas dengan jalan ber-lupa. Tangan kanan mana yang memaksa si kiri bersaksi bila ia sungguh memegang sunnah?
Kau adalah apa yang kau "makan". Apa saja kau yang kau cerna, kau konsumsi, itu pulalah yang akan keluar darimu, itu pula yang akan membentukmu, itu pula yang akan kau berikan pada sekitarmu.
So, jangan kaget dan tak usah marah bila ada diantara kalian yang gemar menghujat, gemar bicarakan cacat dan cela atas orang lain. Karena itu artinya, hanya itu lah yang ia punya untuk ia bagikan. Tak perlu berargumen, takkan berkesudahan, sedikit demi sedikit lemparkan saja isimu, isi yang kau miliki, barangkali bisa jadi bibit yang tumbuh di sela-sela ketandusannya. Tak usah diseret paksa dengan berdebat, karna ia tak "punya" apa yang kau punya. Berikan saja sedikit demi sedikit dalam ujaran yang spontan, berikan dalam contoh gerakmu, sesekali ajak terlibat dalam kegiatanmu.
"Berilah makan pada yang lapar", kasihanilah mereka yang sisi humanitasnya dilanda kelaparan, mereka yang diasumsikan "jahat", sesungguhnya adalah korban. Korban-korban yang berjatuhan akibat ketidakmampuan mereka memahami hujaman "pelajaran dan cobaan kehidupan". Mereka marah, mereka kecewa, mereka sakit, lalu tak mau tahu lah mereka, meledak lah mereka setelah mereka jatuh terkalahkan.
Sungguh lah disetiap cipta, kita mestinya melihat citra Tuhan. Dan sungguhkah pula iblis dan malaikat ada di tiap aliran darah. Mana yang akan kita menangkan dan mana yang akan kita kalahkan?
Diantara jalan-jalan kehidupan kita bukanlah tanpa petunjuk, beberapa dari kita kadang berkurung dan berpikiran "aku hilang arah", "aku tersesat", "aku bak anak ayam ditinggal induk".
Sesungguhnya di setiap peristiwa ada pesan tersirat di dalamnya yang mungkin disuratkan padamu, atau sebagai peringatan bagimu. Dan segala apa dan siapa yang ada disekitarmu merupakan sarana penggenap peranmu, maka janganlah dibikin ganjil. Sambutlah, ikuti kemana ia bermuara. Bila petamu tepat, tenangmu pun bisa kau dapat.
Apalah makna dari keniscayaan ini, kita diarahkan untuk berkaca pada alam. Cobalah dulu, kita lihat pada tumbuhan, berdasar skenario, bibit tertanam melalui udara, burung-burung, tanah, air dan cahaya matahari lalu bertumbuhlah kita. Terpupuk maka mewujud akar yang mencengkram perlahan sebagai fondasi, kuat tidak nya akar itu bertumpu pada supply nutrisi yang diberi, lalu beranjak matang dan mulai memberi guna lah ia. Daun, buah, batang, biji, akar, melalui siklus berulang berdasar usianya hingga lalu menua, melemah, layu dan luruh tumbanglah ia. Namun bahkan sekalipun setelah usianya, ia tetap memberi guna sebagai pemberi unsur nutrisi hara dan mineral bagi tumbuh and tumbuhan lainnya di sekitarnya.

Makanan Pokok
Makanan pokok kita berangkat dari kediaman kita, tempat tinggal kita, di setiap rumah. Apa saja yang kita cerna? Apa yang kita dengar, apa yang kita lihat, apa yang kita gunakan. Sebagai orang tua, para orang tua lah pemasok utama apa yang kita cerna yang selanjutnya akkn menjadi fondasi kita dalam hidup bermasyarakat.
Maka pendidikan pertama kita berasal dari sana, bila orang tua kita beri contoh baik maka baik pulalah yang kita cerna, polah laku, tutur kata dan kebiasaan.
Maka tak salah jua lah bila fondasi paling dasar bagi sebuah bangsa adalah dalam Keluarga. Tak bolehlah sebuah keluarga melepaskan asuh atas anak dikarenakan kesibukannya mencari nafkah materiil. Karena mereka punya Kewajiban memberikan nafkah spirituil, dan psikologis juga. Waktu untuk anak dalam satu hari sekurang-kurangnya 3-4jam full berkualitas adalah harus. Bagaimana dengan kondisi saat ini? Dimana banyak anak kehilangan didik dikarenakan orangtua mereka sibuk mencari uang pagi petang siang malam hingga bahkan bertanya Jawab bertegur sapa dan bercengkrama sebagaimana harusnya sebuah keluarga bisa dibilang tidak ada. Tak heran lah kemerosotan moral dan nilai pun terjadi, dan alih-alih mengoreksi diri, malah kemajuan jaman/modernisasi serta teknologi lah yang dijadikan kambing hitam.
Tidakkah seharusnya setidaknya mulai hari ini mari kita tekadkan pada diri untuk memberikan pola asah asih asuh dengan sebaik-baiknya yang mampu kita berikan. Sepakat?

Makanan Tambahan

Sekolah, adalah konsumsi tambahan bagi setiap kita yang memilih pendidikan sebagai salah satu jalan pembinaan kepribadian. "Nenek inginkan pendidikan untuk saya, maka nenek tak ingin saya sekolah" (Matinya sekolah -everett rheimer). Beberapa pemerhati pendidikan memiliki pro kontra mengenai sekolah. Ada pendapat bahwa sekolah telah gagal, alih-alih menciptakan anak-anak didik menjadi manusia yang lebih baik, justru malah menciptakan kesenjangan dan keminderan pada mereka yang tak beruntung karena tak mampu "membeli" pendidikan. "Bila dengan pendidikan yang diperoleh membuat mereka merasa terlalu terdidik untuk masuk di akar rumput, maka sebaiknya pendidikan itu tak pernah mereka dapatkan" - Tan Malaka.
Kembali ke "makanan tambahan" bernama sekolah. Nilai-nilai standar kriteria manusia unggul di cetak disini, ada patokan/pakem-pakem nilai untuk memberi stempel pada insan pendidik dan siswa/i nya berdasarkan kurikulum yang diberikan pemerintah.
Disana diajarkan ilmu pasti dan juga moral dengan mindset guru adalah orangtua bagi para siswa/i selama mereka berada di sekolah, dengan katablain, guru adalah substitusi bagi orangtua selama mereka tidak berada dirumah.
Karakter para pengajar pun berbeda-beda berdasarkan pada background pendidikannya, para dosennya, pola asuh mereka di keluarganya. Maka bahasa yang disampaikan dan juga teknik mengajar juga mempengaruhi sikap, sifat, karakter dan cara berpaham para siswa/i tersebut.
Maka memilih sekolah pun tak boleh sembarangan, terutama untuk sekolah dasar. Karena karakter dasar anak itu dibentuk/terbentuk hingga usia 10 tahun. Ada baiknya para orangtua melakukan survey ke sekolah-srkolah yang ada di daftar ceklist mereka. Amati bagaimana mereka mengajar, bagaimana lingkungannya, bagaimana cara mereka berbahasa, berinteraksi, bagaimana dengan aktivitas luar sekolahnya. Bila memang bagus, barulah silahkan daftarkan anak Anda ke instansi tersebut. Karena, percayalah sekolah dasar adalah pertaruhan terbesar para orangtua terhadap pembentukan karakter anak.

Snack/Camilan

Berhati-hati dengan jajanan anak, meskipun kita sudah bekali ransum/bekal makan, keinginan anak untuk jajan itu sudah dipastikan ada (terkecuali Anda tidak memberi uang saku/sangu kepada mereka).
Dan perilaku "jajan" ini biasanya dipengaruhi oleh teman-teman sebayanya pula (selain dari pengaruh pedagang dan menariknya jajanan yang ditawarkan).. Karena bahaya yang mengincar mereka selain Msg, pewarna makanan dan pengawet, adalah ketergantungan atau adiksi/ dorongan untuk HARUS ada jatah jajan, sementara itu tak baik bagi mereka. Alangkah baiknya bila anak-anak dikenalkan pada penganan tradisional yang tak kalah sedap dan jelas aman bagi mereka. Kenalkan mereka pada adab dan tatakrama kearifan lokal, pada bagaimana masyarakat asli Indonesia berinteraksi, saling bergotong royong, saling tolong-menolong, bertegur sapa disetiap perjumpaan di jalan, kenalkannjuga mereka pada kebudayaan lokal, kenalkan mereka pada suku-suku yang ada di Indonesia, sedikit-sedikit sisipkan budaya mereka. Agar mereka tak tersesat paham, agar mereka memiliki karakter berkebangsaan yang baik. Agar mereka tak pendek logika, agar empatinya tumbuh, agar jiwa, hati, gerak dan akalnya bertumbuh seimbang dan setimbang.

Vitamin dan suplemen terkontrol

Periksa baik-baik, cermati perkembangannya. Apa yang unggul dalam dirinya, apa yang kurang. Apa yang berlebih dan apa yang membutuhkan bantuan.
Manusia itu pada dasarnya diciptakan untuk saling melengkapi, karenanya semua hadir berpasang-pasangan. Dan sebagaimana pepatah bilang, tak ada gading yang tak retak. Maka memperbaiki retakan pun adalah harus karna ikhtiar adalah wajib. Bila ternyata si anak kekurangan asupan dalam satu hal, berilah perhatian ekstra, perlakuan ekstra atau bacaan dan pendidik ekstra semacam les privat demi baiknya masa depannya karena persaingan di setiap era/jaman baru itu akan lebih rumit/sulit dibandingkan dengan era kita. "Didiklah anak-anakmu dengan sebaik-baiknya, karena anak-anakmu akan berada di jaman yang lebih buruk dibandingkan jamanmu sebagaimana jamanmu dibandingkan jaman orangtuamu" -(....).
Tak jarang si anak tampak malas, ogah-ogahan atau bahkan terkesan menyerah pada bidang itu, tapi kadang juga kita melihat sesuatu berdasarkan pengalaman kita kan? Berikan pengertian dengan sebaik-baiknya cara hingga dia bisa paham dan menerima alasan Anda dan menyadari manfaat baiknya yang sudah Anda perhitungkan berdasarkan apa yang Anda ikuti di sepanjang perkembangannya. Nah disinilah, bila anda aktif dan rutin berkomunikasi dan mengikuti kegiatan serta perkembangannya, maka Anda pun akan mudah diterima manakala Anda memberi masukan atau berpendapat. Karena seringkali ada perdebatan/ketidaksepahaman antara orangtua dan anak karena toh memang selama  perjalanannya si anak pun orangtuanya tidak "hadir", hanya sekedar membiayai, sudah itu saja., tak heran si anak pun tak peduli dan kerap kali memberontak.

Vaksinasi
Seketat-ketatnya penjagaan, peluang celah tersusup itu selalu ada sebagaimana ilmu statistika menyatakan peluang/probabilitas itu selalu ada sekurang-kurangnya satu peluang. Kita bisa saja sudah prepare/mempersiapkan yang terbaik, beri bekal terbaik, berikan pilihan terbaik, namun ada pula kepastian tersurat yang tak bisa kita elakkan. Dalam 1x24 jam kita tak selalu ada mendampingi, cuaca pun bisa tiba-tiba menghadirkan badai, angin ribut atau bahkan ada bencana seperti longsor, air bah dan gempa. Begitu pula dengan kehidupan, ada pada dan qadar. Kita hanya menjalankan fungsi antisipasi, sedangkan "kecolongan" itu adalah mungkin.
Siapa teman-teman dari si anak, ditengah-tengah masa belajar mengajar ada interupsi apa dari teman atau lingkungannya? Bagaimana dengan media informasi yang kebetulan belum kita "update" informasinya sehingga ada satu dua hal yang membuat si anak terpeleset. Di era keterbukaan segala macam seperti ini, kita umpamanya berada dalam bunker yang tak hentinya digempur bom, tembakan dan rudal dan segala macam serangan lainnya, sementara kita harus terus berjalan, terus berjuang antar satu tempat aman ke tempat aman lainnya, dengan cara menghadapinya, membendungnya, menghindarinya atau menyerang balik.
Di masa krisis bin kritis ini lah kita membutuhkan vaksin, penetralisir, serum, anti virus, paramedis untuk mengatasi bahaya yang telah men"cidera"i si anak. Dengan tanpa menyalahkan, memusuhi atau membuatnya merasa gagal atau merasa bersalah. Sembuhkan, obati dengan bimbingan kasih sayang, mengakrabi dan mengenali ke terus tulisannya, lalu kembali beri pengertian dan kembalikan dia pada jalan-jalan penyembuhan yang bersifat naluriah, spiritual dan psikis. Ajak dia terlibat dalam kegiatan sosial dan keagamaan, ajak dia mengkaji buku-buku positif bersama-sama. Luangkan waktu melakukan kegiatan luar ruangan semacam olahraga atau rekreasi alam sembari menanamkan nilai-nilai penguat baginya. Jangan pernah menyerang, tapi ajaklah berdiskusi. Tanyakan asumsi dan opininya. Tanyakan penilaian dan alasannya. Lalu bersama-sama menyepakati solusi yang kalian buat bersama.

Makanan Bagi Tubuh
"Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat".
Kalimat itu kerap kali dijadikan jargon dalam ber-olahraga. Ya, makanan bagi tubuh adalah bergerak, rutinitas gerak yang menyehatkan koordinasi motorik tubuh. Tubuh kita mencerna makanan, mendistribusikan ke seluruh bagian tubuh, dan mengubah unsur-unsur dan zat-zat tertentu untuk memenuhi kebutuhan minimal/normal tubuh. Lambung kita harus sehat, pemburu hq pembuluh darah kita, ginjal kita, jantung, paru-paru  hingga ke bagian sekresi tubuh, dan itu membutuhkan gerak untuk mengolahnya dengan Sempurna sehingga mampu menyehatkan tubuh kita.
Bila makanan kita sehat, dan olah tubuh kita sehat, maka badan kita pun terasa nyaman, hati kita pun tenang, tentram, dan dengan hati yang baik maka pikiran pun akan baik, jauh dari perasaan perasaan negatif. Karenanya didalam tubuh yang sehat, tentunya terbentuk pulalah jiwa yang sehat.
Biasakanlah anak-anak kita dengan kebiasaan sehat, sedari masih bayi, biasakan dengan senam bayi, ketika sudah balita ajaklah ikut serta  dalam olahraga rutin Anda, begitupun  setelah beranjak remaja, jagalah jadwal rutin olahraga kalian, hingga dewasa sekalipun jangan sampai terhenti, jadikan kebiasaan, jadikan habbit, demi menyehatkan jasmani dan rohani keluarga kita.

Disiplin

Struktur konsumsi yang menerapkan disiplin baik dalam hal waktu maupun jumlah, adalah perlu. Bila pencernaan kita serampangan, maka celakalah kita. Berlebih itu tak baik, kurang pun tak baik. Terlambat waktu itu tak baik, dan tak kenal waktu pun sama tak baiknya.
Disiplin waktu, maka takkan ada "komplain" dari lambung yang kemudian akan mengakibatkan malapetaka beruntun.  Lambung rusak maka rusaklah supply chain (alur pasokan) dari nutrisi. Lambung umpama tangki bensin, dan dalam hal karakter, lambung = akal. Pembentuk pola pikir, dan bagaimana ia di isi itu harus sesuai jadwal, isinya pun dalam takaran yang tepat, di waktu yang tepat. Saat kita kanak-kanak maka isi lah dengan pemahaman yang penting bagi usia tersebut, jangan berikan hal yang terlalu dini untuk di cerna, otak ini terus berkembang sesuai dengan fungsi kerjanya, pun bisa rusaklah ia dengan berbagai jenis virus pemahaman/pencernaan negatif pula yang menyerang bagian tertentu juga.
Dan beda usia, beda pikulan, beda beban, beda persoalan. Segala sesuatu memiliki masanya sendiri-sendiri. Maka pintar-pintarlah kita memasok dengan pintar-pintar juga menakarnya.

The do's and the don't's (Yang boleh dan yang tidak boleh)
Terkait pula dengan disiplin, disiplin identik dengan taat, patuh atas apa yang menjadi aturan main. Dan dalam setiap hal pun ada pemisah Antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, yang mana yang di anjurkan dan yang mana yang dilarang. Semua pun demi keberlangsungan proses yang berjalan baik, menghindari kerusakan, umpama S.O.P pada setiap sektor perusahaan yang diterapkan demi Keteraturan yang ditargetkan untuk hasil terbaik yang telah disusun berdasarkan kajian matang yang tak asal-asalan.
Biasanya kita dilarang karena itu akan berimbas negatif,  berpeluang merusak, atau akan mengganggu yang lainnya. Kita dilarang mengkonsumsi bangkai, segala sesuatu yang memabukkan, binatang bertaring, segala sesuatu yang dihasilkan dengan jalan yang curang. Karena itu semua jelas-jelas merusak. Merusak kita secara jasmani, merusak kita secara mental. Dan dengan mengkonsumsi hal-hal yang merusak maka akan membuka kemungkinan juga bagi kita ikut andil berbuat kerusakan pada hal-hal atau oran lain juga. Dan apa yang kita konsumsi adalah apa yang akan membentuk kita. Bila kita mengkonsumsi sayuran, buah-buahan kita pun cenderung berkarakter tenang,  Begitu pun dengan yang mengkonsumsi daging, cenderung sedikit lebih keras, apalagi bila mengkonsumsi bangkai, binatang buas, darah, maka dapatkah terpetakan akan menjadi karakter seperti apa orang tersebut. Dan, dalam hal tak kasat mata misalkan perniagaan curang, riba dan lain sebagainya, maka itu berimbas secara mental/kejiwaan, dan jelas saja itu pun akan menimbulkan karma buruk pada kita karena telah menimbulkan kerugian atas mereka yang dirugikan. Percayalah, apa yang kita lakukan akan berbalik pada kita, perbuatan kita adalah bibit-bibit yang kita tanam yang akan kita panen cepat atau lambat.

"Milikilah hati seluas samudra, maka segala apapun yang masuk, takkan mempengaruhimu"
Setelah semuanya, tetaplah membaur, tetaplah masuk di semua tempat dengan keragaman karakternya, tapi kuat dan teguhlah pada fondasimu, kuatkan dan mantapkan, berikan imbas baik, berikan pengaruh baik di sekitarmu. Tularkan nilai-nilai yang kau yakini baik, bina lah sesiapa yang bisa kau bina untuk perbaikan setiap orang di sekitarmu. Perubahan, perbaikan, peningkatan harkat dari sebuah bangsa itu bukan sekaligus besar, tapi itu berawal dari setiap "aku". Hingga kemudian itu menjadi "kita" menjadi "kami". Jangan pernah menyerah untuk perbaikan demi perbaikan kebaikan, karena dia yang punya cinta, takkan menyerah pada apa yang ia cintai. Kamu cinta negerimu? Mulailah dengan cintamu pada keluargamu. Sajikan pada mereka makanan terbaik bagi jiwa, raga, akal dan hatinya.

Komentar

Postingan Populer